Hampir tiga jam Vion berada di
sebuah supermarket yang cukup besar bersama Yusi, sepupunya. Sedari tadi ia mengomel
dalam hati karena antrian di kasir begitu panjang di akhir pekan. Salahkan Yusi
yang selalu sibuk dengan berbagai alasan tiap harinya hingga waktu di akhir
pekan saja yang Yusi punya. Tapi wajar juga sih, dia kan pegurus OSIS di
sekolahnya. Vion melirik Yusi yang sedang memilih-milih beberapa accessories,
membuatnya menjadi semakin dongkol. ‘Sabar…sabar…orang
yang sabar pasti orangnya cakep, ’narsisnya dalam hati.
Di menit ke tiga puluh
setelahnya, akhirnya Vion dapat menaruh keranjang belanjaannya yang berat itu
ke atas meja kasir, tak lupa mengeluarkan note berwarna merah muda tanda
belanja sebuah dress putih beraksen orange yang sengaja ia beli untuk hadiah
ulang tahun temannya.
“Yu, cepetan!” Dalam sekilas
Yusi menoleh ke arah Vion sebelum akhirnya berlari sambil membawa accessories yang mau ia beli. Cepat-cepat ia meletakkan
semuanya dan menunggu pelayan menghitung serta mengemasi belanjaan mereka.
“Yaaah…udah sore. Gimana nih, jadi gak kita
nonton?” tanya Yusi saat melewati pintu keluar. Ia melirik bioskop di seberang
jalan yang lumayan ramai dilewati oleh lalu-lalang orang yang sedang menikmati
suasana sore.
“Gak jadi lah, Yu. Gak baik anak
perempuan pulang malam. Ayo pulang!” Vion segera membalik arah dan meyeret
lengan Yusi ke tempat parkir. Sekelebat Yusi melihat anak laki-laki berambut
jabrik yang sepertinya ia kenal.
“Eh bentar-bentar! Ion, bukannya
itu Kak Zaki?”
“Zaki? Zaki siapa? Kakakku?”
tanya Vion dengan polosnya.
“Iya lah, memangnya ada berapa
Kak Zaki yang kamu kenal huh?”
“Heh, beneran? Mana-mana?”
Sementara Vion celingukan, Yusi cuma bisa geleng-geleng. “Mana? Gak ada Yu, ”komentarnya
kemudian.
“Telat! Udah ngilang. Mana tadi
bareng ama cewek cantik, lagi. Eh kira-kira mereka pacarannya nonton film apa
ya?”
“Cewek? Pacaran? Hah? Mungkin
kamu aja yang salah liat Yu, aku gak pernah liat kakakku jalan atau bawa pulang
cewek. Kalaupun iya pasti rame-rame sama temennya yang lain. Emang sih dia
keren, tampan, pinter, and banyak yang
naksir, tapi buat masalah cewek dia paling cuek mah, ”cerocos Vion sekenanya.
Karena tanpa pikir panjang, gak sadar ia
memuji kakaknya sendiri. Yusi yang mendengar itu hanya nyengir lebar. Tak
disangka dengan predikat sebagai pasangan kakak-adik yang tak bisa akur, Vion bisa
memuji kakaknya secara spontan.
***
Mumpung kedua orang tuanya
sedang bertugas ke luar kota, Vion mengajak Yusi menginap di rumahnya.
Alasannya tentu karena ia tak ingin menghabiskan waktu dengan pertengkaran
konyol mengenai masalah sepele antara dia dan kakaknya. ‘Ck… merepotkan’. mungkin
kata singkat itu yang akan keluar dari mulut Vion jika ia diperbolehkan
berkomentar sekarang.
“Kami pulang!” ucap Vion
refleks, ia sudah tahu kalau di rumah tak ada seorang pun tapi hal itu memang
sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil. Ya, semua itu berkat kedekatannya
dengan sang nenek yang selalu menjunjung
tinggi nilai kesopanan.
Jika dibandingkan dengan
kakaknya sih…
BRUAKKK!
Tiba-tiba pintu masuk terbuka
dengan kasar. Yusi sampai kaget dibuatnya. Hampir saja ia berteriak, dipikirnya
ada perampok. Untungnya Vion sudah terbiasa dengan situasi seperti ini, sehingga
dengan sigap ia membekap mulut Yusi. Kira-kira sama persis seperti yang
dilakukan pada teman-temannya dulu, dengan kejadian yang sama tentunya. Tak
usah diungkit terlalu panjang, siapa lagi orang dibalik semua ini kalau bukan
Zaki, Sang Kakak Tersayang. Entah apa yang diperbuatnya barusan tapi tak ada
salahnya kalau kita menduga bahwa Zaki tadi menggunakan kakinya untuk membuka
pintu, ditendang barangkali.
“Wei! Sopan dikit napa sih? Lagi
kedatangan tamu nih, ”kata Vion sambil memberi isyarat kalau Yusi ada di situ.
Dan Zaki hanya membalas dengan mengangkat sebelah alisnya.
“Hihihi…hai Kak!” Yusi menyapa Zaki
dengan nada ketawa-ketiwi gak jelas. Yang disapa pun lagi-lagi hanya memberi
respon singkat, padat, dan gak jelas juga kemuadian langsung berbelok menuju
kamarnya. Hadehh…pada gak beres semua.
‘Hmm…tunggu
dulu. Sejak kapan kak Zaki sampai rumah? Suara motor kakak aja gak kedengaran. Atau
mungkin…’ pikiran
Vion sudah tak karuan. Berbagai kemungkinan yang ia pikirkan mungkin saja akan
jadi kenyataan. Ia harus segera mencari jawabannya. Harus! Buru-buru dia
berlari ke arah jendela. Melihat halaman rumah. ‘Bukan, tidak sampai halaman rumah’. Ternyata hal yang dicari hanya
berada di pinggir rumahnya. Itu dia, mobil biru dengan model lama tapi terkesan
mewah tengah memutar arah. Tergambar dengan jelas siluet seorang wanita berpenampilan
dewasa berambut panjang yang memakai kacamata.
“Hihihi…benar kan aku bilang?” Entah
sejak kapan Yusi sudah berdiri tegak di samping Vion.
“Jadi benar, cewek itu yang tadi
bersama dengan kakak ya…” katanya datar. Agaknya Vion merasa kesal, tirainya
saja sampai dia tutup dengan sedikit kasar.
“Kenapa bermuka asam begitu,
Ion? Takut Kak zaki diambil orang lain ya? Ahahaha…sudahlah, sekarang kamu
harus belajar membagi kakakmu dengan orang lain, ”kata Yusi bijak.
Sudah tiga minggu sejak kejadian
itu. Hampir setiap hari Zaki diantar pulang oleh wanita yang tidak Vion ketahui
identitasnya. Sepertinya Zaki jadi hemat bahan bakar.
Di ruang tengah nan luas yang memiliki
aroma citruss, mereka bertiga menghabiskan waktu bersama di ruang tengah,
bermain play station tepatnya. Bahkan higga membuat ruangan berantakan. Bantal
di bawah kursi, karpet menggulung tidak karuan, bungkusan snack bertebaran di mana-mana, serta hal yang berbau
ketidakrapian lainnya. Of course, namanya juga anak remaja.
“Huu…apa-apaan nih? Masa aku
terus sih yang menang. Udah 43 kali nih, payaaahh…!” Dengan perasaan bosan,
Zaki melempar joys stick-nya ke karpet merah maroon yang ia duduki.
Suasana berubah jadi hening,
membuat Yusi termanyun. Padahal biasanya kan Vion tak mau kalah, apa lagi dalam
hal berdebat. “Vion sih, padahal kan yang pegang mascot dia, baru bertahan
beberapa menit udah ambruk, gimana bisa menang…?”
“Iya iya, aku yang salah huftt…”
“Aku tahu Ion, hal yang kau
pikirkan pasti soal cewek misterius itu, ” Yusi tersenyum lebar.
“Cewek? Cewek cewek yang mana
sih?” sambung Zaki. Jeda waktu sejenak untuk berpikir, “Oh yang itu, dosenku?
Kenapa dengannya?”
“HAAAHH!” spontan Vion dan Yusi
berteriak.
Merasa berisik Zaki menutup
kedua telinganya, “Wey, malah pada teriak, ada apa sih?” Dalam keadaan diam
seribu kata, mereka meninggalkan Zaki yang terus bertanya begitu saja menuju
kamarnya masing-masing.
Harusnya mereka sadar kalau Zaki ini lumayan terkenal nekat dan agak licik. Mendekati dosennya untuk mengejar prestasinya ckckck… lagi pula hal ini juga sudah pernah Zaki lakukan saat masih SMA. Lagi-lagi Vion mengutuk dirinya sendiri karena memikirkan hal yang tidak berguna itu. Memang sih ia hampir saja ia kehilangan seorang kakak aneh itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar